Saya memakai kaus kaki dengan sandal rangkai. Tangan kubalut dengan kaus tangan yang amat tebal. Yang memang sengaja kubawa dari negara saya. Sebab sudah tahu lebih dulu bahwa di negeri yang saya tuju ini, sedang berada pada musim dingin. Teman-teman sayapun semua pakai jacket. Termasuk istri saya. Cuma seorang saja yang tak memakai jacket. Tapi kami sudah berniat akan mencari dan membelinya.
Di depan hotel itu, kami mulai menghapal situasi. Mengahapal bagaimana bentuk depan hotel yang kami tempati. Agar bila kami pulang nanti, kami tidak kesulitan mengenali hotel kami. Ku baca merek yang ada di Hotel kami. Tulisannya tulis Arabia. SAYYID HOTEL, Itulah namanya. Sebuah hotel berlantai 4. Yang ada sekitar 3 km di sebelah selatan masjid Nabawi, Madinah.
Kusarankan kepada seluruhnya teman-teman agar saling memperhatikan jalan-jalan yang kami lalui. Sebab kami yang akan berangkat ini tanpa pemandu. Kami semua yang seperjalanan itu, baru pertama kali ini menginjakkan kaki di bumi Arabia itu. Bagi yang punya buku note, segera mengambil dan menuliskan apa yang perlu, sebagai pengingat akan tempat ini.
Kupandangi bangunan-bangunan yang mencakar langit yang ada di sekitar saya. Semuanya bergaya arsitektur Arabia bercampur barat. Amat indah. Amat modern.
Perjalanan kami mulai menelusuri simpang demi simpang di tengah kota itu. Jalan-jalan yang dilalui, diingat dengan sebagus-bagusnya. Kenderaannnya boleh dibilang ramai. Kami mencatat semua jalan yang dilalaui. Agar tidak kesasar nantinya. Mana yang kira-kira tak bisa diingat, segera dicatat buku catatan. Sesekali kulirik compass yang kubawa. Sedang di mana kami berada, sedang ke arah mana kami sedang berjalan kaki. Begitulah kadaaan kami pada waktu itu.
Setelah berjalan sekitar 1 km melintasi kota Madinah yang indah itu, kami menemui sebuah toko Pakaian. Yang nampaknya juga menyediakan barang dagangan seperti Jacket. Tak ada di antara teman saya yang mau mendahului saya. Mungkin karena mereka berharap saya yang akan menanya harganya. Sebab mereka tak bisa berbahasa International.
Ketika kutanya, dan jawaban harga telah kami terima, rupanya jacket yang dipajang itu berharga 175 Riyal. (525.000 Rupiah) pada saat itu. Kami tersentak mendengarnya. Karena biasanya jacket seperti itu, biasanya dijual dengan harga 50.000, di Indonesia. Lalu kutanya lagi jenis-jenis lain. Tapi sekitar harga segitulah harga yang paling murah. Bapak setengah tua itu, nampak loyo. Dia kedinginan. Tapi tak berminat untuk membelinya. Nampaknya dia lebih suka menahankan dinginnya hari itu dari pada harus membayar jacket dangan harga semahal itu. Istrinya juga berpendirian begitu. Hingga akhirnya kami tidak lagi berencana menanya harga jacket ke tempat lain. Kami memutuskan untuk kembali ke Hotel saja. Dia berniat akan memakai baju berlapis-lapis, dari pada harus membeli pakaian yang sesuai dengan harga di Saudi di musim dingin. Tapi dia sajalah yang berpikiran begitu. Kalau sekiranya dia jadi saya. Saya lebih sayang pada diri saya dari pada uang saya. Tapi memang begitulah ragam coraknya manusia. Tuhan maha kuasa dengan ragamnya ciptaannya di bumi ini.
Kami kembali berjalan kaki menuju hotel. Persimpangan yang dilalui sudah sekitar lima kali membelok. Pada mulanya kami agak ragu juga di mana jalan menuju hotel kami. Padahal sudah diingat secara bersama-sama pada pagi itu. Saya sendiri hampir lupa mana hotel kami. Karena merek yang tertulis pada Hotel kami cuma tulisan Arab. Saya sendiri kurang fasih membacanya.
Sesampai di hotel, cuma lelaki setengah tua ini sajalah yang kami tunggu. Dia sengaja memasuki hotel untuk menambah bajunya menjadi entah berapa lapis. Setelah selesai dengan rencananya barulah kami pergi melaksanakan rencana selanjutnya.
Bila ingin membaca buku karangan saya mengenai haji,anda bisa memperoleh bukunya dengan mengklik link ini